Sore
ini suasana lumayan sejuk, udaranya sangat menyenangkan ketika dihirup. Tak pernah
lupa tuk terus bersyukur. Melihat warna-warni hidup, kebiasaan masyarakat saat
melakukan aktivitas di sore hari. Kita tahu rezeki sudah ada yang mengatur, hal
paling terpenting adalah ikhtiar dan doa jangan sampai kita lupakan. Pandangan
kita, uang berarti segalanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan semua itu
harus tercukupi. Terkadang kita sendiri pernah mengecap hidup ini kejam dan
sulit ketika keuangan di dalam keluarga minim, karena keberadaan uang guna memenuhi
semua kebutuhan biaya sekolah anak, perlengkapan rumah, dan sebagainya. Orang
tua sebagai tulang punggung yang bertanggung jawab atas segalanya, mencari
nafkah yang tak kenal lelah. Pernahkah kita berfikir bahwa kehidupan kita sudah
layak? Terkadang kita lupa bersyukur kepada Mahapemberi, padahal diluar sana
masih banyak orang-orang masih serba kekurangan dalam segi material.
Sedikit
cerita tentang seorang bapak tukang becak. Di kota mendoan ini, masih banyak
kalangan keluarga mencari nafkah dengan menggunakan transportasi tradisional
(Becak), dengan mengayuh sampai berkilo-kilo meter jauhnya, dan upah bayarnya pun
hanya sedikit. Rasa belasku membuat hati rapuh dan menetaskan air mata. Saat jalan
medaki bapak dengan sekuat tenaga mendorong becaknya dan di saat jalan menurun bapak
menahan kampas rem serta suara khas klakson klasiknya dari kaleng. Melihat kondisi
lalu-lalang motor di kota ini sangat mengerikan, kebut-kebutan tidak karuan,
bisa terancam tukang becak sebut benakku.
Lelah
dan cucuran keringat tak menghalanginya bapak untuk bekerja keras. Dengan kemajuan
teknologi dan keterbatasan lowongan pekerjaan, hanya itu yang bisa dilakukan
sebagai tonggak pencari nafkah. Pendidikan pun rendah, maklum pada zaman dahulu
yang bisa menginyam pendidikan hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang
finansialnya rendah memilih menjadi buruh atau budak. Kini, pendidikan di
pandang sangat penting apalagi syarat untuk melamar pekerjaan.
Sebagian
orang ada yang menawar harga karena tidak kesesuaian harga yang diinginkan,
jika melihat keuntungan dari hasil jerih payah tukang becak sangat kecil dibanding
tenaga yang dikeluarkan. Tukang becak selalu mempertimbangkan harga untuk
memuaskan penumpang, tapi kita ketahui, sekarang dengan padat persaingan
apalagi sudah ada transportasi umum, dan kendaraan pribadi, masih inginkah kita
untuk menawar? Hitung-hitung kita besedekah. Pernahkah terbayangkan oleh benak
kita, dalam sehari berapa lama ia harus menuggu penumpang untuk menunggangi
becaknya. Terkadang dalam satu hari pun tidak ada penumpang, membawa tangan
kosong ketika pulang. Tapi dengan tekad bapak, ia yakin rezeki sudah ada yang
mengatur.
Semoga
ini menjadi renungan kita bersama, saling mengerti kondisi dan keadaan
orang-orang di sekitar kita. Pedulilah, bahkan kejadian apapun bisa menjadikan
makna tersendiri. Semoga kita selalu semangat dan kerja keras serta doa yang tak
kunjung putus.
0 komentar:
Posting Komentar